Thursday, May 26, 2011

Wanita setelah menikah


Wanita dan pria disatukan dalam pernikahan yang diikatkan oleh Allah SWT bukan oleh manusia. Maka aturan dalam berumah tangga haruslah aturan Allah swt. Allah mengatur posisi pria sebagai suami dan wanita sebagai istri. Walau dibelakang pasti ada nafsu yang mengikuti tapi lagi-lagi Allah SWT mengatur bagaimana nafsu-nafsu itu dikendalikan bukan dimatikan

Sedikit terusik oleh comments di sebuah posting-an teman 
krn sebenernya menyiapkan makan itu bukan kewajiban istri, itu kewajiban suami malah istri hanya membantu...
 karena ga mungkin main ceplos aja di wall orang yah mending di blog sendiri...

Aneh rasanya membaca komen tersebut, bahwa istri hanya berlaku sebagai pembantu suami... Bagi saya justru ini merendahkan istri... seenaknya istri dibilang pembantu suami (heheh) lah wong saya itu justru saya  yang di-service suami... Suami dengan penuh kasih sayang keluar rumah demi membawa sayuran untuk diolah oleh sang istri. Nah sebagai tindakan terima kasih maka "MENYAJIKAN MAKANAN" dalam rasa dan aroma yang menggugah selera suami maka itu adalah "KEWAJIBAN".

Tapi kemudian di menit berikutnya terungkap juga bahwa ada orang yang berfikiran "Lho ibunya ngapain aja kok bapaknya yang belanja???" 

Buat informasi di Pakistan, itu hal yang normal loh, Seorang suami pulang dari kantor membawa tentengan bawang merah, tomat, kentang (ini biasa list saya buat suami saya).

Kemudian dalam hati pun saya menggodok kembali makna dalam berumah tangga, makna sebagai wanita, makna sebagai istri... (maaf  saya ga memaknai suami... karena tugas masing-masing memaknai posisi setelah dapat jabatan)

Tidak ada persaingan dalam berumah tangga, siapa yang di atas dan siapa yang dibawah, keduanya memiliki kewajiban untuk saling mendukung. Bahkan kewajiban dalam membantu. Tapi tidak melanggar batas-batas yang telah disyariahkan, namun ada pula pertimbangan darurat

Adalah kewajiban suami memberikan nafkah bagi keluarga. Yang saya pahami dalam ilmu keislaman yang saya terima bahwa tempat terbaik bagi wanita adalah rumah, dan saat wanita keluar rumah maka syetan-2 menghampirinya dari atas-bawah depan belakang.

Jika ada yang berkomentar "loh emang ibunya kemana kok bapaknya yang belanja" harusnya orang tersebut harus berkomentar saat melihat wanita bekerja di luar rumah "Loh kok ibu kerja, kan Mencari nafkah tugas bapak"

Banyak hal yang saya pelajari dari perbedaan kultur Indonesia-Pakistan yang membuat saya belajar banyak  tentang wanita. Sebelumnya kepala saya dicecoki dengan PERSAMAAN HAK antara pria dan wanita, untuk apa sekolah yang tinggi jika hanya masuk dapur, atau sebagai wanita muslimah meski berjilbab harus tampil modis.

Tidak seharusnya menilai syariat Islam sesuai keinginan kita, semisal dalam persamaan hak, si Istri ingin juga bisa keluar rumah seperti berkarir, atau arisan rt demi melawan jenuh di rumah (atau pingin punya duit sendiri). Persamaan dalam berdakwah, si Istri pergi berdakwah tanpa ditemani mahram. Saya pikir harus kembali me-orientasikan wanita pada posisinya (tidak dalam konteks feminism ya).

Tentu Persamaan dalam menuntut ilmu setinggi-tingginya bagi wanita memang bukan harus berakhir di dapur. Tapi ini adalah demi pendidikan anak-anak.

Dalam keluarga saya, kami berguyon pada posisi kami masing-masing... kami ini ibarat pasangan Supir dan Pembantu... Selalu disetiap kesempatan, saat  teman saya sesama Indonesian mengatakan "come to our place" suami saya selalu menjadi "Well, I am just a driver". Suami mengerti benar posisi sebagai suami bahwa tidak layak istrinya keluar sendiri tanpa muhrim... sedang di lain waktu saat ada kaka ipar atau waktu beberes rumah... saya bilang " You have a foreign maid, I am so expensive " (bagi saya amat mahal karena tak bisa di gaji dengan UANG)

Suatu waktu kedua anak saya menawari suami saya potato chips, anak saya bilang "mama gak sharing makanan sama baba". Suami saya menjelaskan, siapa bilang mama ga sharing... "mama and baba always share things, therefor you both are here" lalu saya bilang ke anak saya... "baba berbagi uang ke mama dan mama masak makanan lalu berbagi ke baba"

Inilah yang saya pelajari, bahwa menikah adalah berbagi, berbagi perasaan, berbagi cinta, berbagi waktu, berbagi ilmu.

Terakhir kata, wanita dan pria disatukan dalam pernikahan yang diikatkan oleh Allah SWT bukan oleh manusia. Maka aturan dalam berumah tangga haruslah aturan Allah swt. Allah mengatur posisi pria sebagai suami dan wanita sebagai istri. Walau dibelakang pasti ada nafsu yang mengikuti tapi lagi-lagi Allah SWT mengatur bagaimana nafsu-nafsu itu dikendalikan bukan dimatikan.

Semoga tulisan ini membuka mata kita bahwa sesungguhnya karena cinta Allah lah kita mencintai pasangan kita, berkorban demi dia, dan menjadi jalan kita menggapai RIDHO-NYA

3 comments:

  1. Pak adi... nah betul banget tuh... intinya kan "kewajiban" yang harus dinikmati dalam berkeluarga tanpa ada rasa beban... tul gak :)

    ReplyDelete
  2. Assalaamu'alaikum Titi, .... dicari dicari gak ketemu....... Ini ira ti, gimana kabarnya niyyyyy ? :)

    ReplyDelete